Rabu, 22 Juli 2009

Gereja Perjanjian Baru dan Taurat

Shalom,

Efesus 2:15 menyatakan: "sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya...". Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa semua hukum Taurat dibatalkan oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.

Di dalam Injil Yesus Kristus menyatakan demikian: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi" (Mat. 5:17-18). Seringkali kedua ayat tersebut diartikan sebagai pernyataan Yesus Kristus bahwa Ia menghendaki semua pengikut-Nya untuk tetap memelihara hukum Taurat. Tetapi sesungguhnya pemahaman itu keliru.

Kekeliruan dapat terjadi bila hanya melihat satu-dua ayat tersebut tanpa memahami konteks keseluruhan di mana ayat tersebut berada. Dan sayangnya, hal seperti ini seringkali terjadi. Seringkali, satu-dua ayat dikutip untk mendukung suatu gagasan dengan hanya melihat kata-kata yang tersurat secara harfiah di dalam satu-dua ayat tersebut tetapi melupakan konteks di mana ayat tersebut berada.

Dalam hal ini, ketika Yesus mengatakan bahwa Ia tidak hendak meniadakan hukum, tidak berarti bahwa Ia menjadikan suatu kewajiba bagi para pengikut-Nya untuk mematuhi hukum Taurat. Yesus sendiri menyatakan bahwa Ia datang "untuk menggenapinya".

Apakah yang dimaksud dengan "untuk menggenapinya"? Tanpa keahlian bahasa Yunani pun sesungguhnya pembaca yang sungguh-sungguh tanpa prasangka awal (sehingga tidak terjadi eisegese, yaitu memasukkan gagasan pembaca sendiri ke dalam teks, melainkan eksegese, yaitu mengangkat keluar apa maksud teks yang sesungguhnya) dapat memahami maksud Yesus.

Marilah melihat teks selanjutnya. Ayat 21 & 22, (Mat. 5) misalnya, menyatakan: "Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: setiap orang yang marah tehadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala". Ayat 27-29 menegaskan bahwa perzinahan muncul ketika seseorang terangsang terhadap orang lain. Dan ada beberapa hal lain yang Yesus sebutkan sebagai perbandingan. Bila kita memperhatikan perbandingan-perbandingan yang Yesus lakukan antara hukum Taurat dengan ajaran-Nya sendiri, maka nampak dengan jelas bahwa Yesus memberikan ajaran-ajaran yang lebih tinggi.

Dan bila kembali kepada pernyataan Yesus bahwa kedatangan-Nya "untuk menggenapinya", menggenapi Taurat, maka dari teks asli dapat dipahami apa maksud Yesus. "Menggenapi" berasal dari plero yang berarti "menyempurnakan", "melengkapi", tetapi juga berarti "menuntaskan" ataupun "mengakhiri". Dari arti-arti tersebut kita menjadi paham maksud Tuhan. Maksudnya adalah kehadiran Tuhan menyempurnakan Taurat tersebut. Kematian dan kebangkitan-Nya menuntaskan hukum Taurat.

Yang dimaksudkan dengan menyempurnakan ataupun menuntaskan hukum Taurat adalah bahwa Yesus hendak mengajarkan makna dan hakekat (esensi) Taurat sehingga hidup keagamaan (ayat 20) pengikut Yesus bukan lagi melakukan hukum Taurat secara harfiah tetapi makna dan hakekat yang terkandung di dalam Taurat.

Di bagian lain Injil Matius, Yesus menegaskan hal tersebut. Yesus menyatakan: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 7:12). Kemudian, Yesus juga menegaskan: "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tegantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 22:37-40). Menurut Yesus, seluruh hukum Taurat dan Kitab para nabi (atau dengan kata lain, seluruh isi Perjanjian Lama), intinya adalah kedua hal tersebut:
1. perbuatlah kepada orang lain apa yang engkau ingin orang lain perbuat kepadamu
2. Kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu.
Artinya, bila kedua prinsip itu dipegang teguh, setiap orang yang memegangnya dengan teguh tidak akan melanggar hukum taurat dan kitab para nabi, tetapi bukan secara harfiah melainkan secara hakiki (esensial) dan pemaknaan. Bila demikian, jelas bahwa Yesus mengajarkan kepada para pengikut-Nya untuk hidup di dalam hakekat dan makna Perjanjian Lama, dan bukan lagi aturan-aturan harfiah.

Dan bila kembali kepada teks Efesus 2:15, maka jelas bahwa Paulus menangkap makna dan hakekat yang diajarkan Tuhan Yesus Kristus. Hukum Taurat telah dinyatakan batal oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.

Dan bila mengkaji ulang ajaran-ajaran gereja kita masing-masing, seharusnyalah kita tidak lagi menyerap atau mengadopsi ajaran-ajaran Perjanjian Lama secara harfiah ataupun melakukan perintah-perintah Taurat secara harfiah. Dan bila kajian itu dilakukan, maka kita akan menemukan banyak ajaran atau perintah Taurat yang masih diberlakukan di Gereja. Beberapa contoh dapat dikemukakan, misalnya:
1. Perlakuan hari Minggu seperti hari Sabat oleh sebagian gereja;
2. Pembedaan makanan halal-haram, termasuk di dalamnya larangan untuk memakan makanan yang mengandung atau berasal dari darah. Untuk aspek makanan ini, Yesus sendiri menegaskan bahwa apa yang masuk ke dalam mulut tidak menajiskan seseorang tetapi yang keluar dari mulutlah yang menajiskannya. Injil Markus mencatat hal ini dengan komentarnya: "Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal" (Lihat teks keseluruhan dalam Mrk. 7:1-22). Perikop ini menunjukkan bahwa bagi Yesus, makanan tidak memiliki nilai-nilai religius; sebaliknya, makanan hanya memiliki nilai jasmani karena yang dimakan "tidak masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban" (ay. 19a). Oleh karena itu, pemilihan makanan bukan lagi berdasarkan haram-halal dan alasan nilai-nilai religius, tetapi kesehatan; berguna atau tidak bagi kesehatan jasmani;
3.Doa-doa di dalam Perjanjian Lama, secara khusus doa Yabes.
4. Persepuluhan. Persepuluhan adalah salah satu aturan di dalam Hukum Taurat. Bagi umat Perjanjian Baru, "hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus dalamku"; "kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar" menunjukkan bahwa seluruh hidup orang percaya milik Tuhan. "Seluruh hidup" berarti termasuk di dalamnya seluruh harta. Sehingga bukan lagi sepersepuluh, tetapi sepuluhpersepuluh alias 100% milik Tuhan. Penggunaan setiap rupiahnya bukan lagi berdasarkan pengelolaan kita sendiri, tetapi berdasarkan pengaturan Tuhan. Dengan demikian, jumlah yang kita berikan sebagai persembahan kepada Gereja, tidak lagi secara hukum wajib 10% tetapi berdasarkan kebutuhan kita atas tuntunan Tuhan. Bisa saja kebutuhan kita sedang banyak dan kita tidak mampu memberikan bahkan 1%; lain waktu, bisa saja Tuhan meminta kita memberikan 25% ataupun lebih ketika keuangan kita sedang longgar. Tetapi celakalah kita bila rupiah-rupiah milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita digunakan untuk hal-hal yang tidak Tuhan kehendaki, seperti minuman keras, merokok, foya-foya, memuaskan hasrat dan hawa nafsu, dst.
5. dan banyak hal lain lagi.

Adalah tugas gereja untuk mengkaji ulang terus-menerus doktrin dan ajaran gereja agar tidak keliru memaknai Taurat dan Perjanjian Lama.

Soli Deo gloria

MEMILIKI HATI NURANI

Sejak zaman dahulu kala hingga saat ini, umumnya orang percaya bahwa Allah itu ada. Walaupun selalu ada saja orang-orang yang tidak percaya Allah ada. Ada beberapa bukti rasional akan eksistensi Allah.
1. Dunia (Yun.: kosmos) ada, maka ada penciptanya. Sama seperti benda-benda yang kita miliki, pasti ada pembuatnya, demikian pula dengan dunia ini.
2. keteraturan alam semesta pasti punya tujuan (Yun.: teleos). Allah menjadi tujuan semua keteraturan dan ketertiban.
3. Manusia memiliki keadaan yang berbeda, yang adalah gambar dan rupa Allah.
4. Manusia memiliki kesadaran akan yang benar dan salah; baik dan jahat.
5. Setiap kelompok manusia menyakini adanya Allah
6. Dari kerinduan manusia akan kebahagiaan yang tidak pernah sampai kepada pemuasan disimpulkan adanya suatu kebahagiaan yang transduniawi, yaitu Allah.
7. Setiap manusia memiliki konsep tentang Allah. Gagasan tentang Allah bersifat universal. Dengan demikian Allah pastilah yang meletakkan konsep itu di dalam benak semua manusia.
Semua bukti rasional tersebut menunjukkan bahwa dari pihak Allah sendiri, Ia membuat diri-Nya dikenal dan Ia ingin umat manusia mengenal-Nya Roma 1:20 menyatakan: “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.”
Ayat yang singkat tersebut menunjukkan bahwa semua manusia dapat mengenal Allah karena Ia ingin dikenal. Dengan demikian tidak ada alasan bagi siapapun ata berdalih untuk tidak mengenal Allah. Peluang untuk mengenal Allah dimiliki oleh siapapun.
Roma 1:32: “Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya,” menunjukkan bahwa manusia mengenal tuntutan-tuntutan hukum Allah.
Tuntutan-tuntutan hukum Allah tersebut terletak di dalam pikiran (noieo) atau hati nurani (suneidesis) manusia. Oleh karena itu pikiran atau hati nurani (dengan kata lain, prinsip-prinsip hidup, yang terekam di dalam benak atau pikiran manusia) menentukan kehidupan setiap orang.
Hati-nurani seseorang dapat dibentuk. Dengan demikian sangat mungkin bila banyak orang menjadi begitu berkarakter mulia (baik, jujur, tekun, kerja keras, sabar, pengampun, setia, dst) sekalipun ia tidak mengenal Kristus, sementara orang-orang Kristen tidak berkarakter mulia (tidak baik, pembohong, pemalas, tidak tekun, tidak sabar, pendendam, suka berselingkuh, dst), karena hati nuraninya dibentuk sedemikian rupa menjadi seperti itu.
Pembentukannya dilakukan melalui nilai-nilai moral. Bila seseorang keras membentuk hati nurani dengan nilai-nilai moral yang mulia, maka hati nuraninya menjadi mulia. Dan harus diakui bahwa semua agama memiliki nilai-nilai moral yang mulia. Kitab Suci setiap agama mengandung nilai-nilai moral yang mulia yang bila ditaati dengan sungguh-sungguh dapat membentuk nati nurani yang mulia.
Bagaimana dengan orang Kristen? Allah yang ingin dikenal oleh manusia mengkhususkan diri untuk dapat dikenali melalui Kristus. Ia hadir 2000 tahun yang lalu secara jasmani di bumi dan sebagai Anak Allah Ia memperagakan sifat-sifat Allah di dalam keadaan-Nya sebagai manusia.
Itu berarti orang-orang Kristen harus memiliki moral Kristus. Hati nuraninya harus dibentuk menjadi hati nurani Kristus. Hati nuraninya dibentuk dengan meneladani Kristus.
Dan karena Kristus telah naik ke sorga dan duduk di sebelah kanan Bapa, orang-orang yang hidup di zaman setelah Yesus tidak melihat Dia secara langsung. Namun kesaksian-kesaksian orang-orang yang pernah hidup sezaman dengan Dia sekarang kita miliki. Itulah Alkitab.
Dengan demikian, moral dan hati nurani orang Kristen harus dibentuk menjadi seperti moral dan hati nurani Kristus dengan cara membentuknya melalui Alkitab. Tetapi perlu ditekankan bahwa suri teladannya tetap Kristus, karena hanya Dia yang telah sempurna. Tokoh-tokoh lain, walaupun luar biasa, tetap tidak sempurna. Abraham, Musa, Daud, dll., tidak dapat dijadikan teladan.
Pertanyaan terpenting yang harus selalu dipertanyakan kepada diri sendiri adalah: “bagaimana hati nurani dan moral Yesus kalau Ia jadi saya?”Dan jawaban yang tepat hanya dapat ditemukan dengan berinteraksi secara karib dengan Alkitab dan jawaban yang tepat itu diperlukan untuk membentuk atau menempa moral atau hati nurani orang percaya. Mazmur 16:7 menyatakan: “Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.” Hati nurani menjadi penyusun hukum (index, seperti legislator), penegak hukum (judex, seperti aparat penegak hukum – polisi, jaksa, KPK, dll) dan pemberi hukuman (seperti hakim).