Rabu, 22 Juli 2009

MEMILIKI HATI NURANI

Sejak zaman dahulu kala hingga saat ini, umumnya orang percaya bahwa Allah itu ada. Walaupun selalu ada saja orang-orang yang tidak percaya Allah ada. Ada beberapa bukti rasional akan eksistensi Allah.
1. Dunia (Yun.: kosmos) ada, maka ada penciptanya. Sama seperti benda-benda yang kita miliki, pasti ada pembuatnya, demikian pula dengan dunia ini.
2. keteraturan alam semesta pasti punya tujuan (Yun.: teleos). Allah menjadi tujuan semua keteraturan dan ketertiban.
3. Manusia memiliki keadaan yang berbeda, yang adalah gambar dan rupa Allah.
4. Manusia memiliki kesadaran akan yang benar dan salah; baik dan jahat.
5. Setiap kelompok manusia menyakini adanya Allah
6. Dari kerinduan manusia akan kebahagiaan yang tidak pernah sampai kepada pemuasan disimpulkan adanya suatu kebahagiaan yang transduniawi, yaitu Allah.
7. Setiap manusia memiliki konsep tentang Allah. Gagasan tentang Allah bersifat universal. Dengan demikian Allah pastilah yang meletakkan konsep itu di dalam benak semua manusia.
Semua bukti rasional tersebut menunjukkan bahwa dari pihak Allah sendiri, Ia membuat diri-Nya dikenal dan Ia ingin umat manusia mengenal-Nya Roma 1:20 menyatakan: “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.”
Ayat yang singkat tersebut menunjukkan bahwa semua manusia dapat mengenal Allah karena Ia ingin dikenal. Dengan demikian tidak ada alasan bagi siapapun ata berdalih untuk tidak mengenal Allah. Peluang untuk mengenal Allah dimiliki oleh siapapun.
Roma 1:32: “Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya,” menunjukkan bahwa manusia mengenal tuntutan-tuntutan hukum Allah.
Tuntutan-tuntutan hukum Allah tersebut terletak di dalam pikiran (noieo) atau hati nurani (suneidesis) manusia. Oleh karena itu pikiran atau hati nurani (dengan kata lain, prinsip-prinsip hidup, yang terekam di dalam benak atau pikiran manusia) menentukan kehidupan setiap orang.
Hati-nurani seseorang dapat dibentuk. Dengan demikian sangat mungkin bila banyak orang menjadi begitu berkarakter mulia (baik, jujur, tekun, kerja keras, sabar, pengampun, setia, dst) sekalipun ia tidak mengenal Kristus, sementara orang-orang Kristen tidak berkarakter mulia (tidak baik, pembohong, pemalas, tidak tekun, tidak sabar, pendendam, suka berselingkuh, dst), karena hati nuraninya dibentuk sedemikian rupa menjadi seperti itu.
Pembentukannya dilakukan melalui nilai-nilai moral. Bila seseorang keras membentuk hati nurani dengan nilai-nilai moral yang mulia, maka hati nuraninya menjadi mulia. Dan harus diakui bahwa semua agama memiliki nilai-nilai moral yang mulia. Kitab Suci setiap agama mengandung nilai-nilai moral yang mulia yang bila ditaati dengan sungguh-sungguh dapat membentuk nati nurani yang mulia.
Bagaimana dengan orang Kristen? Allah yang ingin dikenal oleh manusia mengkhususkan diri untuk dapat dikenali melalui Kristus. Ia hadir 2000 tahun yang lalu secara jasmani di bumi dan sebagai Anak Allah Ia memperagakan sifat-sifat Allah di dalam keadaan-Nya sebagai manusia.
Itu berarti orang-orang Kristen harus memiliki moral Kristus. Hati nuraninya harus dibentuk menjadi hati nurani Kristus. Hati nuraninya dibentuk dengan meneladani Kristus.
Dan karena Kristus telah naik ke sorga dan duduk di sebelah kanan Bapa, orang-orang yang hidup di zaman setelah Yesus tidak melihat Dia secara langsung. Namun kesaksian-kesaksian orang-orang yang pernah hidup sezaman dengan Dia sekarang kita miliki. Itulah Alkitab.
Dengan demikian, moral dan hati nurani orang Kristen harus dibentuk menjadi seperti moral dan hati nurani Kristus dengan cara membentuknya melalui Alkitab. Tetapi perlu ditekankan bahwa suri teladannya tetap Kristus, karena hanya Dia yang telah sempurna. Tokoh-tokoh lain, walaupun luar biasa, tetap tidak sempurna. Abraham, Musa, Daud, dll., tidak dapat dijadikan teladan.
Pertanyaan terpenting yang harus selalu dipertanyakan kepada diri sendiri adalah: “bagaimana hati nurani dan moral Yesus kalau Ia jadi saya?”Dan jawaban yang tepat hanya dapat ditemukan dengan berinteraksi secara karib dengan Alkitab dan jawaban yang tepat itu diperlukan untuk membentuk atau menempa moral atau hati nurani orang percaya. Mazmur 16:7 menyatakan: “Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.” Hati nurani menjadi penyusun hukum (index, seperti legislator), penegak hukum (judex, seperti aparat penegak hukum – polisi, jaksa, KPK, dll) dan pemberi hukuman (seperti hakim).

Tidak ada komentar: