Minggu, 20 Juli 2008

PEMIMPIN ATAU PENATALAYAN?

Pada suatu ketika, Yesus menanggalkan jubahNya, mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggangNya. Ia kemudian menuangkan air ke dalam sebuah wadah, dan mulai membasuh kaki murid-muridNya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu (Yoh. 13:4-5).
Apa yang Yesus lakukan di sini sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai suatu pemberitaan simbolik. Tidak setiap hari Yesus membasuh kaki murid-muridNya. Model pemberitaan seperti ini juga seringkali dilakukan oleh para nabi. Kadangkala disertai dengan maknanya dan kadangkala tidak. Sesungguhnya tidak ada sedikitpun indikasi bahwa Yesus memerintahkan untuk mempraktekkan tindakan simbolisme tersebut menjadi suatu ritual gerejawi. Walau demikian, tidak dapat dikatakan keliru untuk melakukannya dalam suatu ritual gerejawi selama hakekat dan maknanya tidak hilang.
Dan yang Yesus lakukan ini terjadi menjelang hari Paskah. Atau dengan kata lain, Ia sedang mempersiapkan murid-muridNya secara khusus menjelang penderitaan dan kematianNya. Yesus melihat ada keperluan mendesak untuk menjelaskan kepada para muridNya bagaimana hubungan antar sesama pengikutNya harus dijalin, terlebih ketika murid-muridNya harus hidup tanpa disertai lagi oleh Tuhan.
Yesus hendak menunjukkan kepada mereka suatu suri teladan. Ia yang adalah Guru dan Tuhan mereka, bahkan Tuan atas alam semesta dan Pencipta langit dan bumi, mau membasuh kaki mereka. Tuhan mencuci kaki manusia. Bila Tuhan saja mau membilas kaki murid-muridNya, maka terlebih para muridNya. Bila Yesus yang adalah Tuhan mau mencuci kaki murid-muridNya, maka murid-muridNya yang hanyalah sesama manusia, tidak ada yang lebih rendah dan lebih tinggi di hadapan Tuhan, harus saling melayani dalam kerendahan hati yang tulus.
Ketika Yesus tiba pada kaki Petrus, maka Petrus menolak Yesus membasuh kaki Petrus. Dapat dikatakan bahwa ini adalah salah satu kelebihan Petrus. Ia memandang bahwa ia tidak layak dibasuh kakinya oleh Gurunya. Yang lain, menerima saja tanpa memikirkan maknanya, tetapi Petrus, walaupun tidak menangkap maksud Tuhan dengan tepat, memiki upaya untuk memahami. Itulah sebabnya, menurut pemahamannya, ia tidak layak untuk dibasuh oleh Tuhan Yesus.
Tetapi kemudian, Tuhan menyatakan bahwa bila Petrus tidak dibasuh kakinya oleh Yesus, ia tidak mendapat bagian di dalam Yesus. Bagian dalam teks Yunani adalah meros. Kata ini berarti bagian, anggota, atau tujuan. Ketika Yesus mengatakan itu kepada Petrus, sesungguhnya Yesus sedang memanfaatkan tindakan simbolikNya untuk memberikan suatu pemahaman rohani. Maksudnya adalah bila Petrus tidak dibasuh secara rohani oleh Kristus (oleh darah dan RohNya), Petrus tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah bersama Kristus.
Ketika Petrus mendengar penjelasan Yesus, ia malah meminta agar seluruh tubuhnya dibasuh. Tetapi Yesus mengatakan, barangsiapa sudah mandi, ia tidak perlu lagi membasuh dirinya, selain kakinya. Yesus menggunakan sarana fisik itu (pembasuhan air) untuk membahas sesuatu yang tidak berkaitan dengan tujuanNya dalam pembasuhan air dengan Petrus.
Bila Kristus tidak merasakan kehinaan ketika Ia membasuh kaki para muridNya, maka jelas Yesus hendak menyatakan bahwa orang percaya tidak perlu merasakan kehinaan ketika melayani sesamanya, sebaliknya bahkan memberikan pelayanan tersebut dengan kasih dan kerelaan.
Bahkan Yesus mengatakan di bagian lain, “Barangsiapa hendak menjadi terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi yang terkecil; barangsiapa hendak menjadi pemimpin hendaklah ia menjadi pelayan.” Sebelumnya, Yesus menyatakan bahwa dunia memiliki pola pemerintahannya. Pemerintah-pemerintah “memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras”, Tetapi untuk orang-orang percaya, Yesus memberikan sebuah model khusus. Yang ingin menjadi besar harus menjadi pelayan. Yang ingin menjadi terkemuka harus menjadi hamba.
Inilah model hubungan antar sesama orang percaya yang Tuhan telah tetapkan, yaitu menerima pelayanan orang-orang lain dan memberikan pelayanan kepada orang-orang lain, tanpa memandang muka lagi. Tidak ada lagi orang yang hanya dilayani dan memberi perintah. Pemimpin menjadi penatalayan. Penguasa menjadi hamba.
Organisasi dan struktur organisasi gerejawi diperlukan untuk melangsungkan gerak langkah pekerjaan gerejawi. Namun bukan berarti bahwa pola pelaksanaan harus dikerjakan seperti organisasi sekuler. Pola pelaksanaan haruslah seperti yang Tuhan ajarkan. Semua orang percaya adalah pelayan atas semua orang percaya. Semua orang adalah pelayan semua orang. Maka pola yang berkembang adalah saling melayani sehingga tidak ada yang terbesar dan terkecil. Tidak ada yang terpenting dan terpinggir. Tidak ada yang sentral dan marginal. Tidak ada yang perlu merasa bangga apalagi angkuh dengan keadaannya. Tidak perlu ada yang merasa hina atau lemah dengan keadaannya.
Majelis jemaat, pendeta, bahkan ketua sinode bukanlah juragan yang harus dilayani. Itu semua hanyalah jabatan fungsional di mana semakin tinggi jabatannya, ia harus semakin menjadi pelayan. Secara konkrit dan praktis, bukanlah sebuah kehinaan bila seorang pendeta mengepel lantai gerejanya. Bukanlah sebuah kemalangan bila seorang ketua sinode menuangkan kopi ke dalam gelas-gelas para peserta rapat.
Kristus adalah kepala, semua jemaat adalah anggota tubuh. Kristus adalah Tuan dan semua jemaat adalah abdiNya. Dengan demikian dalam jemaat, semua adalah pelayan semua.
(This article has been published in Batakpos, Saturday July 19, 2008)

Tidak ada komentar: