Minggu, 24 Mei 2009

Belajar Mengampuni

BELAJAR MENGAMPUNI


Setiap orang di dunia ini pasti pernah melakukan kesalahan; pernah berbuat salah. Ketika seseorang tersebut melakukan kesalahan, kadangkala ia hanya merugikan dirinya sendiri. Misalnya, ketika ia melanggar lampu lalu lintas. Kerugian yang timbul hanyalah bagi dirinya sendiri. Ia harus ditilang, harus mengikuti sidang, atau setidaknya harus ke kantor polisi untuk mengurus tilangnya. Dalam beberapa hal, mungkin sekali memang hanya dirinya sendiri, ketika ia berbuat salah, yang dirugikan.
Tetapi seringkali ketika seseorang melakukan kesalahan atau berbuat salah, ia melakukannya terhadap orang lain. Ia berbuat salah, atau berbuat jahat kepada orang lain. Atau setidaknya, tindakannya merugikan orang lain. Ada dampak yang merugikan yang diterima oleh orang lain.
Perbuatan jahat atau perbuatan salah yang seseorang lakukan terhadap orang lain, atau kerugian dan dampak negatif yang orang lain terima karena perbuatan salah seseorang, bisa saja tidak digubris oleh sang korban. Tetapi seringkali yang terjadi di dalam kehidupan adalah, kerugian dan dampak negatif itu bukan hanya dialami secara fisik, semisal kerugian keuangan, tenaga, waktu, dll. Kerugian dan dampak negatif itu bisa membekas secara emosional dan mempengaruhi jiwa seseorang. Untuk itu, jelas bahwa pelaku perlu diampuni dan korban perlu untuk mengampuni.
Pada kondisi tertentu, ternyata, pelaku kejahatan atau orang yang berbuat salah sangat membutuhkan pengampunan. Ini berarti ia berada dalam keadaan di mana perasaan atau jiwanya menuduh dan mendakwanya. Ia dikuasai oleh perasaan bersalah. Hatinya mendakwa dirinya sendiri.
Bila keadaan jiwa seperti ini tidak segera ditangani dengan tuntas, akan berdampak luas di dalam kehidupannya. Contoh paling mudah adalah: Don Juan. Ia begitu mencintai seorang wanita. Kemudian ia berbuat jahat dan wanita itu meninggalkannya. Don Juan patah hati. Ini membuatnya kemudian berusaha mencari cinta namun tidak menemukan. Akhirnya ia menjadi seorang playboy. Itu sebabnya bila ada pria begitu senang gonta-ganti wanita, ia diberi cap Don Juan. Banyak pria seperti ini. Belum lagi contoh-contoh yang lain.
Pengampunan yang sejati dan tulus yang disertai oleh pertobatan sang pelaku akan menghasilkan perubahan dan pemulihan yang luar biasa.
Demikian pula, jelas bahwa korban perlu mengampuni. Ketika seseorang mengalami kerugian yang sampai membekas atau bahkan menimbulkan luka di batinnya, ia akan dikuasai oleh amarah, dengki, benci dan dendam. Seringkali perasaan-perasaan negatif seperti ini disertai dengan reaksi fisik. Bisa berupa suara, bisa berupa tindakan-tindakan tertentu. Namun ada banyak orang yang berusaha mengendalikan reaksi fisiknya. Seakan-akan ia tidak terluka secara emosi, karena tidak nampak secara fisik. Padahal sesungguhnya ia sangat terluka. Seringkali orang-orang berusaha mengendalikannya dengan memendam perasaan-perasaan tersebut.
Bila hal ini juga tidak ditangani dengan tuntas, akan berdampak luas di dalam kehidupannya. Emosi-emosi negatif bila terus-menerus dipendam suatu saat akan mencapai klimaksnya dan meledak. Ledakan timbunan emosi-emosi yang negatif ini dapat terjadi ketika ia mengalami suatu kejadian yang begitu melukainya. Selama ini ia telah berusaha memendam dan berhasil. Tetapi kali ini tidak. Terjadilah ledakan itu dan ia mengamuk.
Ledakan timbunan emosi-emosi negatif ini juga dapat berbentuk munculnya ketidakseimbangan zat kimiawi yang mengendalikan seluruh kinerja tubuh sehingga mengakibatkan munculnya sakit-penyakit. Bisa saja mengakibatkan tekanan darah tinggi, gula darah yang tidak stabil, penyakit jantung, asam urat,bahkan kanker. Selain karena asupan makanan yang tidak sehat, penyakit-penyakit tersebut juga ditimbulkan oleh kondisi jiwa yang tidak sehat.
Belum lagi trauma-trauma yang diakibatkan luka-luka batin atau emosi. Pada tingkatan tertentu, luka-luka batin membuat seseorang trauma sehingga secara tidak sadar membatasi dirinya untuk tidak melakukan hal-hal tertentu di kehidupannya selanjutnya. Terjadi mind-block. Pikirannya secara tidak sadar memblokade dirinya sehingga ia tidak mau melakukan sesuatu hal tertentu. Misalnya, pada tingkat yang cukup parah, bila seorang wanita sejak masa kecilnya melihat ayahnya sering memukuli ibunya, ia di kemudian hari dapat bertumbuh sebagai wanita yang tidak ingin menikah, atau bahkan, lebih para lagi, tidak menyukai lawan jenis. Bila ini terus dikembangkan secara negatif, akan membuat ia menjadi seorang lesbian.
Jelas bahwa pengampunan yang tulus harus diberikan. Ketika seseorang terluka, baik ringan ataupun parah, ia harus segera mengampuni. Ini sesuai dengan apa yang Mazmur katakan bahwa sebelum matahari terbenam kita sudah harus mengampuni orang yang bersalah.
Secara rohani, Tuhan menegaskan bahwa kita harus mengampuni orang yang bersalah. Dasarnya adalah bahwa kita semua adalah orang-orang yang berdosa dan bersalah. Kita semua harus dihukum. Namun Tuhan telah mati ganti kita. Ia menggantikan kita menebus dosa-dosa kita semua. Ia melakukannya secara universal. Tidak ada anak emas atau anak tiri, apalagi anak pungut. Namun tolok ukur di mana apakah kita dapat memperoleh pengampunan itu adalah ketika kita juga mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita, sebesar apapun kesalahan itu.
Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” (Mat. 6:14, 15)

Bahkan bila kita hendak menyembah Allah dan bersekutu dengan Dia, mengampuni orang-orang lain yang bersalah harus dilakukan terlebih dahulu sebelum kita melakukan hal-hal lain. Karena menyimpan kesalahan orang-orang lain adalah suatu kejahatan di hadapan Allah dan itu membuat kita najis di hadapan Allah, seberapapun indahnya pujian penyembahan yang kita lantunkan.
Ini sejalan dengan yang Tuhan maksudkan dalam ucapan bahagia keempat: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan” (Mat. 5:7). Orang yang murah hati, termasuk mau mengampuni, akan beroleh kemurahan, termasuk pengampunan Allah dan juga dari sesama.
Tuhan memberikan gambaran yang luar biasa indah di dalam Matius 18. Dalam pasal ini Tuhan memberikan suatu perumpamaan. Seorang raja mengampuni (menghapuskan) hutang seorang bangsawan karena hutangnya begitu besar sementara bangsawan tersebut tidak dapat melunasinya. Ia berhutang sepuluh ribu talenta. Talenta (Yun.: talanton) adalah ukuran mata uang pada zamannya yang berbeda nilainya tergantung pada daerahnya. Bagi orang Yunani satu talenta sama dengan 60 mina atau 6000 dinar (yun.: drachma. Satu dinar adalah upah pekerja satu hari. Sekarang, tukang bangunan setidaknya dibayar satu hari Rp. 40.000,-). 10.000 talenta berarti 60. juta dinar = setidaknya dengan 2,4 triliun rupiah (versi I). Masih lebih besar daripada nilai yang dikorupsi oleh Adrian Waworuntu (‘hanya’ 1,7 triliun).
Di Israel, bila dikenakan pada logam perak, maka berat satu talenta perak adalah sekitar 45 kg. Bila dikenakan pada logam mulia (emas), maka berat satu talenta emas adalah sekitar 91 kg. Bila mengikuti ukuran berat talenta emas, maka 10 ribu talenta = 910 ribu kg emas. Berapa harganya? 1 gram emas 24 karat sekitar Rp. 90.000,-. Maka 910.000.000 gram = 81,9 triliun (versi II). Lebih besar lagi nilainya. Apa maksud dari perhitungan ini semua? Tidak lain dan tidak bukan adalah bahwa Tuhan Yesus hendak memberikan gambaran bahwa hutang dosa manusia begitu besar dan tak ternilai. Sejujurnya tidak ada orang perorang yang memiliki harta sedemikian banyaknya di muka bumi ini.
Bagaimana dengan kesalahan orang lain terhadap diri kita? Tuhan gambarkan senilai 100 dinar (=Rp. 4.000.000,-) saja. Empa juta rupiah saja. Apakah makna yang Tuhan hendak sampaikan? Betapapun besarnya kesalahan orang-orang yang bersalah kepada kita, sekali lagi, betapapun atau seberapapun besarnya, nilainya tidak lebih dari angka tersebut. Artinya, betapapun besarnya kesalahan dan dosa orang atau orang-orang lain kepada kita, dosa kita kepada Tuhan sangat jauh lebih besar daripada itu. Bila Tuhan mau mengampuni, maka kita juga wajib untuk mengampuni. Sudah selayaknya demikian.
Kini, bandingkanlah kedua jumlah itu. Manusia berhutang kepada Allah sebesar Rp. 2,4 triliun (versi I) atau Rp. 81,9 triliun (versi II). Sementara, seberapapun besar kesalahan orang-orang lain, di mata Allah, itu tidak lebih dari 4 juta Rp.
Mengapa sedemikian berbeda? Di mana letaknya? Letaknya adalah dosa atau hutang manusia kepada Allah berdampak kekal. Hutang sesama manusia hanya berlaku di bumi. Namun bila kita tidak mengampuni, akan memberikan akibat yang kekal, yaitu kehilangan berkat pengampunan Tuhan yang bersifat kekal itu.
Ketika kita tidak mau mengampuni kesalahan orang, ada algojo yang datang mendera kehidupan kita. Dan dikatakan bahwa algojo-algojo itu akan mendera sampai hutangnya dilunaskan. Dua tafsiran dapat diberikan untuk teks tersebut. Pertama, bila kita tidak mau mengampuni, algojo itu akan mendera sampai akhirnya kita mau mengampuni. Ini dapat berupa sakit-penyakit, masalah kejiwaan, dll., yang akan tuntas bila kita mau mengampuni.
Kedua, ini bisa berkaitan dengan neraka. Bila sampai mati kita tidak mau mengampuni, maka akan ada algojo-algojo yang mendera kita sampai hutang kita lunas. Kapan lunasnya? Tidak akan pernah lunas alias kekal karena sudah tidak ada kesempatan untuk mengampuni.
Kedua bentuk tafsiran tersebut dapat diterima. Pilih yang mana? Mengampuni sekarang juga setiap hari, mengampuni setelah mengalami berbagai macam masalah, atau membiarkan sampai tiba kekekalan?
Jiwa yang sehat adalah jiwa yang dibangun dengan kesadaran setiap hari mengampuni dan diampuni (bila memang ada yang perlu mengampuni dan diampuni), sehingga dengan demikian, iblis tidak memiliki tempat pijakan dalam kehidupan anda dan saya.

Tidak ada komentar: