Minggu, 24 Mei 2009

Eskatologi

ESKATOLOGI

Eskatologi, di dalam bahasa Inggris disebut eschatology, berasal dari kata eskhatos yang secara harfiah berarti ‘terakhir’. Ada beberapa ayat di dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, yang menggunakan kata ini ataupun variannya. Di antaranya adalah 1 Pet. 1:20 (eskhaton ton khronon, akhir masa); 1 Yoh. 2:18 (eskhate hora, saat terakhir); Kis. 2:17 (eskatha ta herema, hari-hari terakhir).
Eskatologi sendiri adalah bagian dari teologi, khususnya dogmatika atau teologi sistematika, yang mengkaji apa yang diyakini sebagai hal-hal terakhir yang akan terjadi di dalam sejarah dunia, atau tujuan akhir kemanusiaan, yang secara umum disebut dengan akhir dunia atau akhir zaman.
Semua agama meyakini akan adanya suatu akhir bagi dunia ini. Namun bukan hanya agama-agama, sebaliknya filsafat bahkan ilmu pengetahuan modern meyakini adanya akhir bagi dunia ini.
Di dalam Perjanjian Lama, terdapat gagasan-gagasan tentang eskatologi, dan umumnya Gereja Kristen memahaminya sebagai pendahuluan bagi kegenapan Wahyu Kristen. Setidaknya eskatologi Perjanjian Lama mencakup keempat hal di bawah ini, yaitu: (1) monoteisme ketat; tidak ada panteisme ataupun dualisme ilahi (yang jahat dan yang baik berasal dari satu ilahi). Alam semesta diperintah oleh hikmat, keadilan dan kemahakuasaan Allah yang esa dan sejati. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya dan ditetapkan untuk memiliki relasi dengan Allah dan bersekutu dengan Dia; (2) Kematian bukan pemusnahan, tetapi orang-orang mati turun ke Sheol, dunia orang mati, namun di sana Yahweh tetap adalah Allah, dan bukan iblis yang berkuasa; (3) tendensi untuk meleburkan individu ke dalam bangsa dan memperlakukan bangsa (Israel) sebagai sebuah umat atau suatu kesatuan religius. Akibatnya, eskatologi dipahami di dalam suatu kebangkitan kerajaan teokratis, yang berarti eskatologi dipahami lebih secara kolektif (sebagai suatu bangsa atau umat) daripada pribadi atau individu; (4) terakhir, doktrin immortalitas sangat kuat di dalam eskatologi Perjanjian Lama. ADa keyakinan akan kehidupan yang diberkati setelah kematian,
Sementara Gereja-gereja Kristen memiliki beragam interpretasi atas eskatologi Perjanjian Baru. Pada prinsipnya eskatologi mencakup kematian, penghakiman, sorga dan neraka. Gereja Katolik Roma membagi ke dalam dua jenis eskatologi, yaitu eskatologi individu dan eskatologi kosmik (dunia). Dalam konsep eskatologi individu, terdapat empat hal penting, yaitu kematian, penghakiman partikuler (individual), sorga, purgatori (api penyucian, yaitu suatu tempat penghukuman temporer dengan waktu tertentu setelah selesai beralih ke sorga) dan neraka.
Eskatologi kosmik (dunia atau umum) mencakup pertama-tama zaman akhir (mendekati akhir dunia). Perjanjian Baru, bahkan Yesus Kristus sendiri menegaskan, bahwa sejak zaman Perjanjian Baru, dunia memasuki zaman akhir. Namun di sisi yang lain, Kristus menegaskan bahwa Injil harus diberitakan kepada seluruh dunia sebelum dunia berakhir. Kedua, penghakiman terakhir yang bersifat menyeluruh atas orang-orang yang hidup dan mati di mana Kristus menjadi hakim. Ketiga, penghukuman dan penghancuran atas dunia. Yang terakhir, kehidupan yang kekal. Katolik Roma sendiri tidak terlalu merinci hal-hal apa yang akan terjadi pada akhir dunia.
Pengakuan Iman Rasuli mencatat: “Aku percaya … kebangkitan orang-orang mati, dan hidup yang kekal” di bagian akhirnya. Kredo ini diterima oleh hampir semua gereja di seluruh dunia. Dan inilah juga yang diakui oleh Gereja-gereja Protestan. Gereja-gereja Protestan arus utama (Lutheran dan Kalvinis) memiliki pemahaman yang serupa dengan Gereja Katolik Roma, di mana kedua pelopor Protestanisme ini tidak memberikan jabaran yang sangat rinci tentang eskatologi. Yang berbeda hanyalah tidak ada purgatori di dalam konsep Protestanisme ini. Namun umumnya, sebagaimana terlihat di dalam buku-buku dogmatika kelompok arus utama, mereka menyatakan bahwa kematian manusia bukanlah hanya kematian tubuh, tetapi kematian seluruhnya.
Sebagian kelompok Protestanisme arus utama meyakini bahwa kematian manusia adalah kematian seutuhnya manusia, yaitu tubuh, jiwa dan roh, dan bukan kematian tubuh semata-mata di mana jiwa bersifat kekal dan melayang keluar dari tubuh. Dasarnya adalah bahwa manusia bukanlah terdiri dari tiga bagian, yaitu roh, jiwa dan tubuh, atau dua bagian, yaitu jasmani dan rohani, di mana ketiga tubuh mati bagian yang rohani tetap hidup. Sebaliknya, Protestanisme ini mempercayai bahwa ketika manusia mati, ia mati seluruhnya, yaitu roh, jiwa dan tubuhnya. Dasar lainnya adalah bahwa terdapat janji akan kebangkitan daging (G.C. van Nifttrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masakini, Jakarta: BPK GM, 1995, h. 519-522, 530).
Sementara sebagian teolog Protestan arus utama lainnya, meyakini bahwa ketika manusia mati, tubuhnya mati tetapi jiwanya kembali kepada Allah (lihat R. Soedarmo Ikhtisar Dogmatika Jakarta: BPK GM, 1993, h. 239; Harun Hadiwijono Iman Kristen Jakarta: BPK GM, 1995, h. 475-477). Bbeberapa kelompok lain, kelompok Injili misalnya, menyakini bahwa kematian hanya meliputi tubuh, tetapi tidak mencakup jiwa (Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Malang: SAAT, h. 461).
Di dalam kelompok Protestan lainnya, Injili, Karismatik dan Pentakosta, eskatologi menjadi jauh lebih terperinci. Di sini hanya hendak dijabarkan saja pokok-pokoknya, tanpa lagi merinci kelompok mana meyakini yang mana. Rincian tersebut cenderung menjadi pokok atau sumber perpecahan dan bukan pemersatu. Di antaranya adalah keyakinan tentang kerajaan seribu tahun (millenium). Topik ini berasal dari Wahyu 20:2, 7, di mana dikatakan bahwa Yesus Kristus akan memerintah selama seribu tahun (Latin: mille). Selama masa itu iblis diikat. Setelah itu, iblis dilepaskan sebagai pendahuluan konflik terakhir dan dia serta sekutu-sekutunya ditumbangkan. Kepercayaan akan pemerintahan yang benar-benar berlangsung selama seribu tahun dikenal sebagai milenialisme (atau khiliasme, dari kata Yunani khilias, yang berarti seribu). Mengenai hal ini, tidak dipungkiri bahwa topik ini hanya tercantum di dalam satu pasal dari sebuah kitab yang penuh dengan angka simbolis yang tafsiran-tafsirannya menjadi perdebatan-perdebatan.
Gagasan tentang milenialisme muncul di dalam tulisan beberapa bapa gereja terdahulu dan khususnya Montanus, yang mendirikan bidat Montanisme pada abad kedua akhir dan awal abad ketiga. Agustinus juga pada awalnya mengajukan gagasan ini, tetapi kemudian mengubah pandangannya dengan mengatakan bahwa kerajaan seribu tahun adalah masa antara kedatangan Yesus yang pertama dan yang kedua dan pengikatan iblis di dalam masa itu adalah kuasa yang diberikan kepada gereja untuk “mengikat” dan “melepaskan” dosa (Yoh. 20:22). Gagasan-gagasan ini milenialisme umumnya ditolak oleh kelompok Reformator utama. Calvin menganggapnya “terlalu kekanak-kanakan untuk diperlukan serta tidak layak untuk disangkal” (Bruce Milne Mengenali Kebenaran, Jakarta: BPK GM, 1996, h. 359-360).
Di dalam milenialisme sendiri terdapat beberapa sudut pandang, yaitu pascamilenialisme, yaitu paham yang meyakini bahwa parousia (kedatangan Yesus Kristus yang kedua sebagai raja atas jagad raya) terjadi setelah kerajaan seribu tahun. Pramilenialisme memahami bahwa parousia terjadi sebelum kerajaan seribu tahun. Amilenialisme menegaskan bahwa millenium hanya bersifat simbolis dan tidak ada kerajaan seribu tahun dalam arti harfiah.
Selain itu, ada ajaran tentang tribulasi yang berbeda-beda Penganut amilenialisme memahami bahwa tribulasi (masa kesusahan besar) sudah dialami pada zaman sekarang, yaitu di zaman gereja menanti parousia. Penganut pascamilenialisme meyakini seperti yang diyakini oleh amilenialisme. Penganut premilenialisme terbagi dua. Kelompok premilenialisme historis meyakini bahwa gereja akan mengalami tribulasi. Dengan kata lain, pengangkatan gereja (rapture) terjadi di antara tribulasi dan kerajaan seribu tahun. Kelompok premilenialisme dispensasionalisme meyakini bahwa gereja tidak akan mengalami tribulasi. Dengan kata lain, rapture terjadi sebelum tribulasi dan kerajaan seribu tahun.
Selain itu, ada banyak istilah yang terkait dengan eskatologi yang perlu diketahui secara ringkas. Di bawah ini didaftarkan istilah-istilah tersebut:
Antikristus adalah personifikasi iblis yang melawan Kristus. Keterangan-keterangan paling jelas terdapat di dalam Injil Yohanes. Menurut Yohanes, antikristus sudah datang dan sudah bekerja, bahkan ada banyak antikristus dan munculnya antikristus merupakan tanda jelas bahwa ini adalah hari-hari terakhir (1 Yoh. 2:18). Selain itu, teks-teks lain yang membahas tentang antikristus adalah Daniel, Wahyu tetapi juga 2 Tesalonika.
Apokalupsis adalah istilah Yunani yang berarti “penyataan”. Kedatangan Yesus Kristus akan menyingkapkan tentang siapa Dia dan apa sebenarnya dunia ini. Pada waktu itu hal-hal yang saat ini tersembunyi akan menjadi jelas.
Epifania adalah istilah Yunani yang berarti “muncul “ atau “manifestasi” . Kata ini juga mengandung arti penyingkapan suatu selubung supaya apa yang sudah ada benar-benar terlihat seperti adanya.
Parousia adalah istilah Yunani yang berarti kedatangan kembali. Di dalam teologi Perjanjian Baru ini mengacu kepada kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke bumi.
Sorga adalah kata yang tidak mudah dipahami mengingat Alkitab menggunakan istilah ini untuk tiga hal, yaitu sorga atmosfer (dalam bahasa Inggris heaven di sini dapat digantikan dengan sky atau langit); sorga angkasa (dalam bahasa Inggris dapat digantikan dengan space); dan sorga tempat kediaman Allah. Paulus menyebutnya sebagai “langit ketiga” (2 Kor. 12:2). Dalam bahasa Ibrani (PL) disebut shamayim yang berarti tinggi atau mulia. Dalam bahasa Yunani (PB) disebut ouranos yang hanya menunjuk kepada “yang di atas”.
Neraka lebih sulit dari sorga. Di dalam bahasa Ibrani, ada satu kata, yaitu sheol. Sheol muncul 65 kali, yang lebih menunjuk kepada tempat kemah tubuh manusia ke mana ia akan pergi, dan bukan tempat jiwa berada setelah kematian. Hades adalah terjemahan Yunani untuk sheol. Gehenna muncul 12 kali di dalam Perjanjian Baru yang menunjuk kepada penghukuman yang kekal. Tartaro hanya muncul sekali, di dalam 2 Petrus 2:4, tempat penghukuman malaikat-malaikat yang telah jatuh yang diadaptasi dari mitologi klasik Yunani. Abussos berarti tak berdasar dan diterjemahkan sebagai “jurang yang dalam sekali” dan merupakan penjara bagi Iblis. Pada kedatangan Kristus yang kedua, setan akan diikat dan dilemparkan ke abussos selama seribu tahun (Why. 20:1-3).


Kepustakaan
Becker, Dieter Pedoman Dogmatika Jakarta: BPK GM, 1993.
Enns, Paul the moddy Handbook of Theology Malang: Literatur SAAT, 2004.
Hadiwijono, Harun iman Kristen Jakarta: BPK GM, 1995.
Milne, Bruce Mengenali Kebenaran Jakarta: BPK GM, 1996.
Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika Jakarta: BPK GM, 1993.
Van Niftrik G.C. Dogmatika Masa Kini Jakarta: BPK GM, 1995.
http://www.en.wikipedia.org/wiki/Eschatology
http://www.newadvent.org/cathen/05528b.htm

Tidak ada komentar: